-->

Kelor Indonesia Tembus Pasar Dunia Rp 250.000/Kg, Jepang Minta 40 Ton Kelor Per Minggu



Dudi juga menyampaikan idenya mengembangkan kelor untuk mengatasi  malnutrisi di NTT kepada TNI. Ide itu mendapat sambutan baik dari TNI.

Mereka lalu meminta Dudi untuk mendampingi TNI mengembangkan kelor di  NTT. Dudi memanfaatkan lahan-lahan terlantar di sana untuk ditanami  tanaman berjuluk drum stick itu.

Awalnya masyarakat menanam  kelor untuk konsumsi sendiri. Namun, makin lama populasi kelor di sana  terus bertambah. "Apalagi ketika itu Bank Rakyat Indonesia (BRI)  memberikan bantuan bibit kelor senilai Rp1,3 miliar," ujarnya.

 Akibatnya, jumlah produksi menjadi berlebih. Untuk mengatasinya, Dudi  akhirnya menemukan ide untuk mengeringkan daun kelor dan mengolahnya  menjadi tepung.

Dudi terus melakukan uji coba sampai akhirnya menemukan metode yang  tepat untuk mengeringkan daun kelor tanpa merusak kandungan nutrisinya.  Caranya dengan pengeringan lambat, yakni dengan suhu maksimal 35oC.

Metode itu terbukti mampu mempertahankan kandungan nutrisi. Berdasarkan  hasil uji laboratorium, kandungan asam amino pada tepung kelor produksi  Dudi masih lengkap, yakni mencapai 18 jenis asam amino. Dudi juga  melakukan uji coba memproduksi aneka olahan daun kelor.

Sayangnya lokasi produksi di NTT yang jauh menjadi kendala bagi Dudi  untuk memasarkan olahan daun kelor. Itulah sebabnya Dudi akhirnya  memutuskan untuk memproduksi olahan kelor di Blora.

Di sana ia  bekerjasama dengan Bram membudidayakan kelor di lahan 3 hektare secara  organik. Untuk mengembangkan usaha, Dudi yang juga nasabah Bank Rakyat  Indonesia (BRI), memanfaatkan fasilitas pinjaman melalui program Kredit  Usaha Rakyat (KUR) sebanyak Rp200 juta. Pinjaman itu ia gunakan untuk  membangun sarana pengolahan dan pengemasan.

Pada 2014 Dudi mengikuti konferensi moringa internasional di  Filipina. "Dalam acara itu para peserta lain masih membicarakan tentang  cara budidaya kelor yang benar. Saya datang sudah membawa cokelat  kelor," katanya. Ia pun banjir sanjungan. Sejak itu permintaan tepung  daun kelor dari berbagai negara deras mengalir.

Dudi juga kebanjiran  tamu dari berbagai negara, seperti Arab Saudi, Norwegia, dan  negara-negara dari Benua Afrika.

Salah satunya David hingga akhirnya  berlanjut bekerja sama. Banyaknya tamu yang berkunjung mendorong Dudi  untuk membangun Pusat Pembelajaran Moringa Organik Indonesia.

Dari Blora  kelor tembus pasar mancanegara. (Imam Wiguna)

Sumber: kompasiana

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter