Selanjutnya Dudi menggiling daun kering menjadi serbuk hingga tingkat kehalusan 200 mesh. Daun kelor serbuk itu menjadi bahan baku teh daun kelor celup.
Pria 55 tahun itu juga mengolah daun kelor menjadi tepung yang lebih halus, yakni hingga berukuran 500 mesh.
"Tepung daun kelor seukuran debu itu dapat digunakan sebagai bahan campuran produk apapun baik itu makanan, kapsul, atau kosmetik," ujar Dudi.
Untuk menghasilkan tepung sehalus itu caranya dengan mengisap "debu" saat proses penepungan daun kelor kering.
Dudi menjual sebagian besar produk tepung dan olahan kelor ke mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Myanmar, Korea Selatan, dan negara-negara lain di Benua Afrika, Eropa, serta Amerika.
"Pasar Indonesia malah sedikit karena di masyarakat kita beredar mitos kalau kelor berhubungan dunia mistis," ujar alumnus Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Jawa Barat, itu.
Untuk pasar lokal, Dudi memasarkan aneka produk olahan kelor melalui 71 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam sebulan Dudi mampu menjual rata-rata 2 ton tepung daun kelor dengan harga Rp250.000 per kg atau total omzet rata-rata Rp500 juta per bulan. Tepung daun kelor itu menjadi bahan baku berbagai olahan, seperti teh, aneka jenis makanan, kapsul herbal, dan aneka produk kosmetik.
Dudi memperoleh pasokan bahan baku kelor dari pekebun mitra, salah satunya Felix Bram Samora. Pemuda asal Blora itu mengebunkan kelor secara organik di lahan 3 hektar sejak 2014.
Lokasi kebun bersebelahan dengan area pengolahan kelor milik Dudi.
"Idealnya lokasi kebun dekat dengan lokasi pengolahan karena hasil panen daun kelor harus segera diolah sebelum 4 jam," tutur Dudi.
Dari kebun seluas itu Bram memanen rata-rata 500 kg daun kelor segar setiap dua hari. Hasil panen itu ia jual ke Dudi, lalu dikeringkan.
Post a Comment
Post a Comment